Urgensi Wali Adhal Studi Komparasi Perspektif Kompilasi Hukum Islam dan Fikih
Abstract
Keberadaan seorang wali dalam aqad nikah adalah suatu yang mesti dan tidak sah aqad perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. Wali ditempatkan sebagai rukun dalam perkawinan. Dalam aqad perkawinan wali berkedudukan sebagai orang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dan dapat pula sebagai orang yang diminta persetujuannya untuk kelangsungan perkawinan tersebut.
Dari penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian wali yang dimaksud secara umum adalah seseorang yang karena kedudukannya berwenang untuk bertindak terhadap dan atas nama orang lain. Artinya dalam perkawinan wali itu adalah seorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu aqad nikah. Perempuan mana saja yang kawin tanpa izin walinya, perkawinannya adalah batal.
Namun dalam perjalanan parktiknya di masyarakat seiring dengan berkembangnya gaya hidup dan pola hidup masyarakat maka banyak pula masalah yang timbul yang berkaitan dengan wali, seperti wali tidak bersedia mengawinkan anak perepuannya dengan tanpa alasan yang dapat diterima padahal si perempuan sudah meminta untuk dinikahkan dengan calon suami yang sekufu, tetapi kenyataannya wali enggan untuk menikahkan anak perempuanya dengan alasan yang belum tentu dapat diterima. maka wali tersebut dinamakan wali ‘ad}al, dan dalam hal ini perempuan tersebut berhak mengajukan perkaranya kepada hakim.
Berdasarkan realita tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk membahas lebih jelas, bagaimana perspektif KHI dan fiqih sebagai acuan hukum dalam Islam tentang wali adal ?. Dengan berlandas pada jalur field research dan membandingkan dengan data kepustakaan literature library, sedangkan untuk menganalisa data, penulis mengunakan analisa secara kualitatif deskriptif.
Setelah diadakan penelitian yang sedemikian serius dengan metode dan kerangka berpikir tersebut diatas, pada ending of research peneliti menyimpulkan, Pespektif Fiqih madhhab sha>fii, ma>liki dan KHI pasal 23 ayat 1 dan 2, adalah sebagai berikut, menurut madhhab sha>fii dan ma>liki ketika seorang perempuan meminta dinikahakan dengan calon suami yang sekufu maka wali wajib mengabulkanya sedangkan menurut madhhab hanafi wali berhak menolak jika maharnya kurang dari mahar mithil. jika terjadi ‘ad}al maka hak perwalian berpindah ke tangaan hakim, didalam KHI pasal 23 ayat 1 juga dijelaskan jika terjadi ‘ad}al maka hak perwalian pindah kepada wali hakim, sedangkan menurut madhhab h}ambali pindah kepada wali ab’ad dan didalam KHI pasal 23 ayat 2 dijelaskan wali hakim baru dapat bertindak setelah adanya putusan dari pengadilaan agama.
References
Kompilasi Hukum Islam
Abdul Aziz Muhammad Azzam Dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. Fiqh Munakahat: Khitbah, Nikah Dan Talak. Jakarta: Amzah, 2009.
‘Abdullah bin Ahmad bin Qudamah al-Muqoddis Abu Muhammad. al-Mughni, Vol.7. Bairut: Dar al-Fikr, 1405.
Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. Tarjamah al-Fiqhu al-Islami, Vol. 9.
‘Abdu al-Rahman al-Jaziri. al-Fiqh ‘ala al-Madhahib al-’Arb‘ah, Vol. 4. Beirut: Dar al- Fikr,2008.
‘Abd al-Rohman bin Muhammad bin Qosim al-‘Asimi al-Hanbali al-Najd, Hashiah al-Roud al-Murbi’, Vol.6. t.t.: t.p., 1971.
Abi ‘Abdi al-Mu‘ti Muhammad bin ‘Umar bin ‘Ali Nawawi al-Jawi al-Bantani. Nihayat al-Zain.Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
Abi Zakariya Muhyiddin Yahya Ibni Sharaf al-Nawawi al-Dimshaqi. Rawdat al-Thalibin, Vol. 5. Beirut: Dar al-Kutub, 2006.
Abu Zakariya Muhy al-Din Yahya bin Sharof an-Nawawi. al-Majmu’ Sharh al-Muhadhdhab, Vol. 16. t.t.: Mauqi’u Ya’sub, t.th.
‘Ala’ al-Din al-Kasaniy. Bidi’ al-Sona’i, Vol.2. Bairut: Dar al-Kitab al-‘Arobi, 1982.
Ali Mansur. Hukum dan Etika Pernikahan Dalam Islam. Malang: UB Press, 2017.
al-Tirmidhi. al-Jami‘ al-Sahih. Beirut: Dar al-Fikr, 1998.
Amir Syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Prenada Media, 2006.
Husain Ibnu ‘Audah al-‘Awa yishah. Mausu‘ah Fiqhiyah al-Muyassarah fi Fiqhi al-Kitab wa al-Sunnah al-Mutahharah. Oman al-Ardan: al-Maktabah al-Islamiah, 1429-1423.
Ibn Rushd al-Qurtubi. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid, Vol.2. Mesir: Maktabah al-Madinah al-Ruqmiyyah, 1975.
Kamal al-Din bin Muhammad ‘Abd al-Wahid al-Siwasi. Sharh Fath al-Qodir, Vol. 3. Bairut: Dar al-Fikr, t.th.
M. A. Tihami dan Sohari Sahrani. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Lengkap. cet-5, Depok: Rajawali Pers, 2018.
Mardani. Hukum Keluarga Islam di Indonesia. Jakarta: Hukum Keluarga Islam Di Indonesia, 2016.
Rinwanto, Kedudukan Wali dan Saksi Persperktif Empat Madhab, Jurnal AL Maqoshidi.
Rusdaya Basri. Fiqh Munakahat 4 Mazhab dan Kebijakan Pemerintah. Jakarta: CV Kaaffah Learning Center, 2019.
Shaih al-Islam Zakariyya al-‘Anshori, Asna al-Matholib fi Sharh Roud al-Tholib, Vol:3. Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2000.
Sharafu al- Din Musa Ibn Ahmad Ibn Musa Abu al-Naja al-Hajjawi. al-Iqna‘ fi Fiqhi Ahmad Ibn Hanbal,Vol. 3. Beirut: Dar al-Ma‘rifah, t.th.
Shihabu al-Din Ahmad Ibn Ahmad Ibn Salamah al-Qalyubi. Hashiat Qalyubi ‘Ala Sharhi Jalal al-Din al-Mahalli, Vol. 3. Beirut: Dar al-Fikr, 1998.
Umar Haris Sanjaya dan Aunur Rahim Faqih. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Gama Media, 2017.
Copyright (c) 2023 Yudi Arianto
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.